Ini adalah contoh kasus PPh Pasal 21 yang paling umum terjadi di perusahaan-perusahaan.

Kasus
: Pegawai Tetap dengan Tunjangan Asuransi dan Pensiun


Budi, status sudah menikah dengan 2 orang anak, bekerja pada PT. Royal Bali Cemerlang, memperoleh Gaji Pokok Rp 10,000,000 setiap bulannya. PT. Royal Bali Cemerlang mengikut sertakan Budi masuk asuransi (JAMSOSTEK), untuk itu PT. Royal Bali Cemerlang membayar :
Premi Jaminan Hari Tua (JHT) = 3.7% dari Gaji Pokok
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) = 0.5% dari Gaji Pokok
Premi Jaminan Kematian (JK) = 0.30% dari Gaji Pokok



Sedangkan Budi menanggung :
Iuran Jaminan Hari Tua (JHT) = 0.2% dari Gaji Pokok

PT. Royal Bali Cemerlang juga mengikut sertakan Budi ke dalama program pensiun, untuk itu perusahaan membayar premi pension untuk Budi sebesar Rp 150,000 setiap bulannya, sedangkan Budi juga harus membayar Rp 100,000 setiap bulannya yang langsung di potongkan dari Gajinya.


Perhitungan PPh Pasal 21 nya

Pertama-tama buatlah perhitungan atas gaji dan tunjangan-tunjangannya, hingga dapat kita tentukan nilai Rupiah yang ditanggung oleh perusahaan maupun yang ditanggung oleh Budi. Maka akan kita peroleh perhitungan sebagai berikut :



Selanjutnya kita mulai hitung PPh Pasal 21-nya. Maka akan kita peroleh perhitungan seperti dibawah ini :


Jurnal (Pencatatan) Akuntansi Atas Gaji dan PPh Pasal 21 nya

Atas kasus di atas, maka pada PT. Royal Bali Cemerlang melakukan pengakuan dengan melakukan pencatatan pada buku perusahaan, yang terdiri dari tiga tahap yaitu : Pada saat pembayaran gaji, pada saat menyetor PPh Pasal 21 melalui bank persepsi atau Kantor Post, kemudian pada saat pembayaran JAMSOSTEK dan Dana Pensiun. Perhatikan jurnal di bawah ini :


Setelah Pembayaran Gaji, penyetoran PPh Pasal 21 ke bank persepsi, dan pembayaran Asuransi dan dana pension, maka pada buku besar akan nampak sebagai berikut :




Mengapa pengeluaran PPh Pasal 21 nya tidak muncul pada buku besar PT. Royal Bali Cemerlang ?

Karena PPh Pasal 21 adalah “with holding tax”, perusahaan hanya selaku mandatory, hanya bertindak selaku pemotong, lalu menyetorkannya ke kas negara.

Dengan kata lain, kas yang dikeluarkan untuk pembayaran PPh Pasal 21 adalah titipan karyawan, bukan kas perusahaan lagi, karena jumlah yang dibayarkan adalah dipotongkan dari gaji karyawan. Sedangkan kas perusahaan hanya dikeluarkan sebesar Gaji Pokok dan Tunjangan-tunjangan yang ditanggung perusahaan.


Artikel PPh Pasal 21 dengan kasus lainnya :

Perhitungan & Jurnal PPh Pasal 21 - Tengahan Tahun [-baca-]

Perhitungan & Jurnal PPh Pasal 21 - Subsidi & Tunjangan [-baca-]

Perhitungan & Jurnal PPh Pasal 21 - Bonus / THR [-baca-]


Selengkapnya...


Mengapa perlu diketahui ?

Dengan memahami alur proses pembuatan laporan pajak :
1). Akan mempermudah dalam proses pembuatan laporan itu sendiri.

2). Dapat mengenali bahkan membuat laporan pajak dengan tingkat kesesuaian (persisi?) yang lebih sempurna dan well matched antara satu lembar laporan dengan lembar laporan lain dalam satu jenis laporan pajak.


3). Laporan yang memiliki tingkat kesesuaian yang sempurna akan membuat proses pelaporan di kantor pajak menjadi cepat dan lancar.

4). Akan dapat mengarsipkan dokumen perpajakan dengan lebih sistematis, sehingga akan mempermudah dalam proses pemeriksaan.


Navigasi Laporan Pajak

Pada masing-masing satu jenis laporan pajak, misalnya…. SPM PPn, jika kita perhatikan satu set blanko kosong yang diterima dari DJP, maka susunan isinya akan sebagai berikut :

Laporan Utama : akan selalu berada di halaman paling muka. Semakin kebelakang jenis laporannya akan semakin spesifik. Membutuhkan data-data yang semakin terperinci pula. Dan di halaman-halaman akhir laporan disertai oleh lampiran-lampiran khusus.


Alur Proses Pembuatan Laporan

Deangan melihat navigasi laporan pajak diatas, obviously alur proses pembuatan laporan pajak :
Dimulai dari menyiapkan laporan-laporan pendukung yang paling rinci.

Misalnya :

PPh Pasal 21 : Daftar Gaji dan perhitungan pph-nya, Bukti-bukti pemotongan
PPh Pasal23: Dattar pembagian deviden, deposito, atau persewaan-nya, bukti pemotongannya
PPn : Daftar (Buku) Penjualan dan Faktur Pajak Keluarannya, Daftar (buku) Pembelian dan Faktur Pajak Masukannya, PPn Import dan bukti pemotongan dari Ditjen Bea Cukai.
Dan lain sebagainya……

Jumlah (“Total Nilai”) dari masing-masing daftar, buku, dan bukti-bukti potong diatas, dipindahkan ke blanko- blanko (forms) yang ada di lembar-lembar terakhir pada set laporan.

Selanjutnya, Total Nilai dari masing-masing halaman laporan (pada halaman-halaman terakhir), dipindahkan ke halaman yang lebih di depannya, tentu saja tidak selalu ke halaman yang persis di didepannya, bisa jadi jumping ke halaman paling depan (halaman utama). Ada petunjuk-petunjuk kecil yang menginstruksikan nilai tersebut harus dibawa ke nlanko halaman berapa, baris ke berapa, kolom ke berapa.

Demikian seterusnya hingga sampai kelaporan utama.
Secara singkat, laporan pajak itu di mulai dari halaman yang paling belakang, trus semakin ke depan, hingga ke halaman utama. Dengan mengikuti alur ini, asalkan dikerjakan dengan hati-hati, saya yakin anda akan dapat menghasilkan laporan pajak yang memiliki tingkat perisi dan kesesuaian yang sempurna.
Laporan yang memiliki tingkat kesesuaian (well matched) antar halaman laporan pajak adalah penting untuk menghindari penolakan dari pihak kantor pajak saat pelaporan, akan membuat laporan menjadi lolos masuk tanpa revisi-revisi yang bolak balik.

Alur Proses Pembuatan Laporan dan Pengarsipan

Walaupun topik ini bukan membahas mengenai cara mengarispkan laporan pajak, tidak ada salahnya untuk diketahuai, bahwa cara pengarsipan yang benar susunan-nya seharusnya terurut dari paling depan (atas) sampai ke lembar yang paling dibelakang (bawah) sebagai berikut :

1). Bukti penerimaan laporan (kertas kecil yang ujungnya kuning-kuning :P )


2). Surat Setoran Pajak (SSP) lembar ke-1, yang merupakan bukti pembayaran atas : uang muka pajak, surat tagihan pajak (STP) yang sudah divalidasi oleh Bank Pembayar atau Kantor Post.


3). Slip setoran ke bank (Kantor Pajak) atas pembayaran pajak yang sesuai


4). Laporan Pajak (SPM PPn, SPT PPh 21 Masa, SPT PPh Pasal 29, SPT PPh Pasal 23, SPT PPh Pasal 4 (2), dan lain sebagainya).


5). Bukti Pemotongan ( Untuk jenis pajak yang bertype with holding : PPh Pasal 21, 23, 26, PPn).


6). Daftar-Daftar atau buku pembantu (Daftar aktiva & penyusutannya, daftar Piutang Dagang, daftar Utang Dagang, Daftar Uang Muka ).


7). Laporan Keuangan atau laporan aktivitas tertentu dari perusahaan sehubungan dengan pajak yang dilaporkan.


Bonus :

Konsultan Pajak dan…..Eghhhzzz... (silahkan dibaca saja)
Apakah anda memakai konsultan untuk mengurusi perpajakan?

Rutin menerima laporan dari konsultannya untuk diarsipkan ?

Pernah kah anda memperhatikan susunan laporannya ?. Apakah in order seperti yang saya sebutkan diatas ?. atau diacak (tidak tersusun seperti yang saya sebutkan) ?.
Kalau tidak pernah terurut, cobalah urutkan sendiri, lalu tanyakan kepada konsultannya, “mengapa laporannya tidak tersusun seperti yang seharusnya ?”.

Ada 2 kemungkinan respon yang mungkin akan anda terima :

a). Dia tidak menjawab, akan tetapi dilaporan-laporan berikutnya, dia akan menyusunnya dengan benar. Jika ini responnya, berarti si Bapak/Ibu Konsultan cuma ceroboh, atau terburu-buru.

b). Jangan kaget kalau anda mendapat jawaban : “Ada masalah dengan laporannya?, kan sudah rapi”. Jika ini responnya… KICK HIM/HER OUT. Cari konsultan lain, atau mulai proceed in house, alias tidak memakai konsultan :-) why not..?

Regardless, mau proses di dalam atau pakai konsultan yang lain, yang jelas…. Praktek konsultan seperti itu tidak benar, berusaha menghalangi WP untuk memahami alur proses pembuatan laporan pajak.

Selengkapnya...

Bagi seorang Pemeriksa Pajak (tax auditor) maupun bagi Praktisi Perpajakan, istilah ekualisasi pajak tentu sudah tidak asing lagi, tapi bagi sebagian orang yang lainnya (mungkin sebagian besar) walaupun sudah pernah belajar mata kuliah perpajakan, bahkan pegawai accounting sudah pernah membuat laporan pajak, tetapi belum mengetahui Ekualisasi Pajak.



Untuk maksud itulah tulisan ini dibuat ("bapak-bapak auditor pajak atau praktisi perpajakan yang terhormat....... ijinkanlah saya membagi pengetahuan ini untuk teman-teman pembaca blog ini, agar mereka tidak tersesat seperti saya dahulu. Bukankah ini juga akan meringankan bapak-bapak dalam melakukan pemeriksaan :-P :-P ?" ).


Apa itu “Ekualisasi Pajak” ?

Secara sederhana bisa dikatakan ekualisasi pajak adalah pemeriksaan tingkat keseimbangan antara satu jenis pajak dengan jenis pajak yang lain yang memiliki hubungan. Yang dimaksud hubungan disini adalah elemen laporan suatu jenis pajak merupakan bagian dari laporan jenis pajak yang lain (baik itu sebagian maupun keseluruhan).
Ekualisasi yang biasa dilakukan dalam proses pemeriksaan ada 2 (dua) yaitu :

(-) Ekualisasi PPn dengan Omset (Penjualan) PPh Pasal 25 & 29
(-) Ekualisasi PPh Pasal 21 dengan Pengakuan Biaya Gaji dan Upah Tenaga Kerja Langsung pada "
Laporan Laba Rugi"


Ekualisasi "PPh Pasal 21" dengan Pengakuan Biaya Gaji dan Upah Tenaga Kerja Langsung pada "Laporan Laba Rugi"

Ini adalah Penyeimbangan antara Laporan PPh Pasal 21 dengan Ongkos Tenaga Kerja Langsung (Direct Labour Cost) dan Biaya Gaji (Payroll Expenses)

Perhatikan screen shoot dibawah :

Pada SPT PPh Pasal 21 –nya, wajib pajak (Perusahaan) melaporkan adanya Penghasilan Bruto Karyawan hanya sebesar Rp 1,886,635,413 saja, sementara itu……..

Pemeriksa menemukan pengakuan Upah Langsung sebesar Rp 881,301,625,- dan Biaya Gaji sebesar Rp 1,109,454,000,- sehingga Total Obyek PPh Pasal 21 diakui oleh WP (Perusahaan) seharusnya sebesar Rp 1,990,755,625,-. Untuk itu pemeriksa melakukan koreksi atas Penghasilan Bruto Pada Laporan PPh Pasal 21 WP sebesar Rp 104,120,212,-

Andai saja……….

Perusahaan menyadari bahwa antara Penghasilan Bruto pada Laporan PPh Pasal 21 dengan pengakuan Biaya Gaji & Ongkos Tenaga Kerja Langsung pada Laporan Laba Rugi PPh Pasal 29, harus seimbang, tentu perusahaan akan membuat laporan sebagai berikut :

PPh Pasal 21 : Pengahsilan Bruto Karyawan Rp 1,886,635,413,-
PPh Pasal 29 :
- Upah Tenaga Kerja Langsung Rp 886,635,413,-
- Biaya Gaji Rp 1,000,000,000,-

Tentu koreksi sebesar Rp 104,120,212 TIDAK PERLU TERJADI bukan ? :-) :-)


Ekualisasi PPn dengan Omset (Penjualan) PPh Pasal 25 & 29

Ini adalah ekualisasi yang memeriksa antara “Laporan PPn” dengan “Pengakuan Omset (Penjualan) Dalam Negeri” perusahaan.

Perhatikan Screen shoot dibawah ini :

Temuan Penjualan sebesar Rp 8,593,213,094,- pada Laporan PPh Pasal 29, harus diikuti dengan temuan penjualan sejumlah yang kurang lebih sama pada Laporan PPn.

Karena Wajib Pajak hanya mengakui penjualan sebesar Rp 3,160,772,250 saja pada Laporan PPh Pasal 29 –nya, maka pemeriksa melakukan koreksi sebesar Rp 5,432,440,844. Pada PPn pun pemeriksa juga melakukan koreksi yang kurang lebih sama dengan yang dilakukan pada PPh Pasal 29 –nya. Dengan demikian maka Laporan PPn dengan Laporan PPh Pasal 29-nya sudah “equal” atau “Sesuai”atau “berimbang”.

Baca juga artikel lain mengenai : Alur Proses Pembuatan Laporan Pajak [-baca-]
Short Description :
Artikel yang memberi pengetahuan praktis mengenai pehaman dan menavigasi laporan pajak, agar laporan pajak anda menjadi lebih precisely antar satu halaman dengan lembar halaman yang lain, penting untuk memuluskan proses pelaporan di kantor pajak [-baca-]

Selengkapnya...